Rabu, 07 September 2011

Program Televisi (2004) Dialog Interaktif

Dialog Interaktif bersama Bupati Kutim, BIKAL dan BTN. Kutai
Hasil jajak pendapat yang pernah dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kutai tahun 1999 menunjukkan bahwa hampir 80% dari sampel tidak mengenal Taman Nasional Kutai. Kenyataan tersebut mengilhami Balai Taman Nasional Kutai untuk merubah manajemen pengelolaan dari prioritas kegiatan pada bidang pengamanan kepada prioritas kegiatan kampanye.

Kegiatan kampanye yang telah dilakukan oleh Balai TN Kutai meliputi berbagai macam bentuk dan media, mulai dari kegiatan lomba-lomba yang melibatkan semua segmen dalam masyarakat, program radio, sampai sticker, flyer maupun banner yang dipasang pada saat kompetisi liga sepakbola Indonesia di Stadion Mulawarman Bontang.

Salah satu media kampanye yang belum dioptimalkan penggunaannya adalah media elektronik, dalam hal ini media televisi.  Kelebihan media ini terletak pada integrasi audio dan visual yang  seperti diketahui akan lebih memudahkan materi yang disampaikan untuk dicerna oleh kelompok sasaran. Media televisi yang menjadi media kampanye Balai TN Kutai adalah PKTv yang merupakan wujud dari komitmen kepedulian PT. Pupuk Kaltim terhadap Taman Nasional Kutai.

Selain karena adanya komitmen PT. Pupuk Kaltim untuk  membantu kampanye Balai TNK melalui media elektronik lokal, program TV yang disusun diharapkan akan meningkatkan kesadartahuan dari kelompok sasaran yang akan dituju.  Salah satu program TV tersebut adalah dialog interaktif. Anak-anak dan pelajar yang merupakan kelompok sasaran, sekaligus komunitas vital dalam upaya penyelamatan Taman Nasional Kutai, diharapkan akan dapat memahami arti penting hutan bagi kehidupan melalui program televisi.

Salah satu Dialog interaktif yang pernah diadakan adalah Dialog antara BUpati Kutai Timur waktu itu (Mahyuddin) dengan Yayasan BIKAL (Sapparudin) dan BTN. Kutai (Agustinus Krisdijantoro). Hasil Dialog tersebut antara lain sebagai berikut :

“PENGELOLAAN KAWASAN TNK”

Pembicara :
 H. Mahyudin, ST MM ( Bupati Kutim), Agustinus K (BTNK), Sapparudin (BIKAL)

Moderator :
Ignola Bela Indi Sulistyo


Bela :
Selamat malam pemirsa PKTV dan pendengar  radio Suara Khatulistiwa FM. Malam ini kita jumpa lagi  dalam wacana yang mengangkat sebuah topik taman nasional kutai sebagai kawasan konservasi.  Selama ini kita mempunyai konsekwensi sebagai daerah otonom dimana swadana adalah sebagai konsekwensinya untuk menumbuhkan swadaya itu sendiri.  Sumber-sumber penerimaan pasca desentralisasi adalah PAD, sumber penerimaan lainnya yang dianggap sah tentu saja.   Namun implikasinya yang tampak adanya keinginan pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD melalui identifikasi diantaranya eksploitasi pertambangan.  Namun tentu saja bagaimana kegiatan tersebut dapat dilakukan namun kelestarian alam tetap dijaga.  Guna mengetahuinya, distudio telah hadir ketiga nara sumber yang tidak asing lagi, yaitu Bapak H. Mahyudin ST, MM selaku Bupati Kutai Timur, selamat malam bapak bupati.

Bupati :
Selamat Malam

Bela :
Selanjutnya Bapak Agustinus Krisjantoro dari Balai Taman Nasional Kutai.  Selamat malam bapak Agus, bagaimana kondisi TNK sekarang ?

Agustinus :
Selamat malam.  Kondisi TNK bisa kita lihat sekarang, kalo kita melewati TNK ya …. Seperti itu.

Bela :
Kemudian Pak Saparuddin Senny, selama malam pak saparuddin.

Saparudin :
Selamat malam


Bela :
Pertama saya akan tanya ke Bapak Agus yang masih eksis di TNK.  Menurut UU, hutan dibagi 3, ada hutan produksi, konservasi dan lindung.  Bisa dijelaskan pak ketiga-tiganya.

Agustinus :
Memang kalau kita bicara masalah undang-undang, telah jelas memang bahwa Kawasan hutan berdasarkan fungsi dibagi menjadi 3, yaitu produksi, konservasi, dan lindung.  Kawasan taman nasional adalah kawasan yang berfungsi sebagai konservasi.  Nilai-nilai ekologinya disitu.  Selama ini masyarakat hanya memandang nilai kayunya. Padahal kita tahu nilai aktual baru muncul setelah adanya terjadi bencana.

Bela :
Malam ini kita dialog dengan melibatkan pemirsa.  Juga kesempatan kepada pemirsa untuk memperebutkan 3 hadiah yang bisa menjawab melalui sms, pemenangnya akan diundi.

Bapak Bupati, tadi Pak Agustinus telah menjelaskan tentang UU,tetapi setelah ada pernyataan dari Bupati di media cetak dan timbul berbagai tanggapan dari masyarakat, sehingga apakah benar yang disampaikan Bapak Bupati tersebut.  Tentunya malah inilah jawaban pastinya.

Apakah maksud ijin PT. Emas Golden Bell diterbitkan oleh Pemda Kutim atau hasil eksploitasi tersebut.

Bupati :
Ya. Pertama memang kita baru menerbitkan SKIP yang memang sebelumnya  sudah pernah diterbitkan dan mungkin mati, kita akan perpanjang lagi. Pada prinsipnya itu hanya melakukan eksplorasi.  Kita sudah memperhitungkan bahwa yang paling pertama kita sepakat ingin mengadakan pembangunan yang meminimalisir dampak keruakan lingkungan.  Tentu saja kita tidak akan serakah unuk mengekspliotasi Sumber Daya alam secara berlebihan.
Kutim mungkin untuk tambang batu bara, kita masih punya banyaklah.  Selain di TNK, kita punya cadangan batu bara sebanyak 3 milyar matrik ton, diantaranya 10 kecamatan lainnya selain kecamatan Sangatta.  Beberapa waktu lalu di jaman orde baru, terjadi ketidak kompakan sehingga cenderung antara departemen pertambanan dan departemen kehutanan kurang koordinasi menemoatkan areal masing-masing sehungga terjadi di areal Taman Nasional ada ijin kuasa pertamabnagan yang keluar.  Terakhir di jaman awang Faruk jadi bupati,  beliau mengeluarkan SKIP dan menteri hanya melanjutkan.  Tapi terus terang kita tidak mengeluarkan ijin untuk eksploitasi tanpa ada koordinasi dengan segala pihak.  Terus terang taman nasional ini bukan wewenang pemerintah daerah kabupaten Kutai Timur.

Bela :
Apakah ketika pengeluaran SKIP tersebut, pihak TNK tahu ?

Bupati :
Kebetulan pengelolaan SKIP merupakan kewenangan pemkab, saya sudah sampaikan kepada mereka bahwa saya hanya melakukan sesuai dengan kewewnangan saya. Dan saya tetap meminta mereka untuk koordinasi dengan yang punya rumah.  Kalau mereka ingin meneruskan, mereka harus mengurus perijinana kepada departemen kehutanan bukan kepada kami. Mungkin kami hanya bisa mengeluarkan ijin untuk pertambangan, namun ijin tetap kewenanganan pemerintah pusat.
Mungkin potensi batu bara yang besar, kita perlu  cari pemikiran penelitian,  sebenarnya eksplorasi ini lebih mengarah pada penelitian.  Jadi barulah nanti kita akan duduk di dalam satu meja bagaimana mencari solusi

Bela :
Dari Bikal, Pak Saparuddin bisa menjalaskan mengenai hal ini.  Tadi Bapak Bupati menjelaskan dari 35,747 ha wilayah Kutim dan 85 % berada di TNK.  Nah bagaimana BIKAL menyikapi SKIP yang disampaikan Bupati.

Saparudin :
Terima kasih sebelumnya.  Secara kelembagaan, sikap kita masih sebatas mencermati sejauh mana pengeluaran ijin ini.  Saya lihat di UU No. 41 tentang Kehutanan terutama pasat 50 point e kalau tidak salah, tentang larangan penelitian.  Disitu dijelaskan tentang larangan penelitian untuk ekploritasi apapun di kawasan konservasi.  Menyikapi SKIP tersebut, sebenarnya bupati memang bukan jadi wewenangnya tetapi hanya ijin.   Dan di UU diamanatkan harus ada ijin dari menteri dan itu benar.  Permasalahan itu dapat didiskusikan.  Benar yang dikatakan bupati tersebut,  bahwa ini harus nunggu dari menteri.

Bela :
Pak Agustinus, dengan adanya polemik di media cetak, padahal pak Bupati tadi telah menjelaskan secara panjang lebar bahwa tanggapan semacam itu apabila tidak tahu prinsipnya, dasarnya tentu saja akan membingungkan masyarakat luar.  Di TNK sendiri, dengan adanya media cetak tadi, tidak kah ada yang merasa dirugikan.

Agustinus :
Kami lihat hanya dari aspek peratuan perundangan no.22 tahun 99 di pemerintah daerah.  Dari pasal 7 ayat 1, berbunyi semua kewewangan ada di pemerintah daerah, kecuali moneter, dan bidang lain.  Ayat 2 menjelaskan baidang lainnya salah satunya adalah konservasi.   Saya hanya menegaskan bahwa dari SKIP itu bila di dasarkan dengan UU No. 22, menurut kami bahwa kawasan konservasi itu masih dipusat.  Mungkin kurang cepat, jika pemerintah daerah mengeluarkan  SKIP.  Kemudian UU No. 41 dalam ayat 38 disebutkan, kegiatan diluar kegiatan kehutanan hanya bisa di hutan lindung dan produksi.

Bela :
Pak Agus, tadi dikatakan bahwa pengeluaran SKIP tidak sesuai dengan UU, nah bagaimana dengan TNK, dengan dikeluarkan SKIP  tersebut?

Agustinus :
Sampai saat ini kami sudah berkoordinasi dengan dinas Pertambanan dan menelusuri SKIP tersebut sudah berlaku atau tidak.  Ternyata sejak September, SKIP tersebut sudah tidak berlaku lagi dan kami tanyakan ke Dinas Pertambangan, ternyata mereka tidak melaporkan hasil survey tersebut.

Bela :
Secara kapasitas, mungkin pemerintah Kabupaten Kutai Timur merasa terbantu dengan adanya TNK dalam mengelola kawasannya, sehingga pak Bupati tidak harus berpusing-pusing mengurus hutan.  Sebetulnya ada  tidak keinginan pemda untuk mengawasi kawasan tersebut, pak?

Bupati :
Kita sepakat ingin.  Kita tidak usah diragukan lagi.  Mungkin kalo kita sedikit salah, orang banyak meneror.  Kalau berbuat baik tidak diapa-apakan.  Ada nggak pemerintah yang membantu pemagaran TNK di Kab. Kutim, ada nggak?  Ada nggak penghargaan yang saya terima dengan pemagaran tersebut? Tidak ada

Bela : 
Mohon bisa ditahan sebentar Pak Bupati, kita lihat terlebih dahulu klip beikut ini


KLIP

Bela :
Demikian klip yang kita nikmati bersamaa.  Ada penelpon yang masuk.  Selamat malam . silahkan.

Gendon (Penanya I)
Selamat Malam.  Untuk pak Bupati,  kira-kira untuk tindakan tersebut, proses yang dibangun oleh pemda Kutai Timur, gimana pak?

Bela :
Pak Gendon tadi menanyakan contoh konkrit yang sudah dilakukan pemerintah kabupaten Kutai Timur dalam proses yang sudah dibangun dalam menangani kelestarian alam.


Bupati :
Saya sampaikan pada pemirsa, bahwa saya prihatin terhadap TNK.   Karena selama ini saya selalu terlibat dan melihat kenyataan dalam TN dulu begitu indah, sekarang banyak ditanami pohon pisang, ladang ilalang dan pemukiman.
Tapi kita juga harus melihat dan memikirkan masyarakat di dalamnya yang sekarang ada 3 desa definitif dan hampir 4 desa.  Kemudian di dalamnya ada eksplorasi migas oleh pertamina dan beberapa waktu lalu ada HPH.  Pemkab Kutim dalam hal ini ingin mempertahankan keberadaan TNK.  Jadi kita tetap memegang konsep.  Lahirlah pemikiran enclave.  Dan banyak LSM-LSM yang setuju.  Sampai sekarang kita belum mendapat respon dari pusat.  Tujuan enclave ini agar masyarakat tidak merambah lagi.  Barusan kita tetapkan batasan yang jelas dan aturan yang ketat dalam hal ini.  Namun yang diterjemahkan orang bahwa saya akan memindahkan Taman Nasional.  Maksud saya, bahwa walaupun itu di enclave dan dijadikan zona pemanfaatan bagi masyarakat, tapi luas TN itu tidak berkurang.  Untuk itu kita carikan pengganti agar tidak terganggu masyarakat lagi.  Kita tentu saja akan membuat perda.  Setelah nanti ada restu dari menteri kehutanan, dan bahkan perda yang kita siapkan di DPR sudah hampir 2 tahun lebih.

Bela :
Tanggapan Bikal terhadap apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten dalam Kawasan Konservasi

Saparuddin :
Bikal konsen disana sejak tahun 2000  sampai timbul sepakat enclabe.  Kita tahu bahwa pemerintah kabupaten cukup konsisten.  Belum ada restu dari pusat membuat hal tersebut menjadi tergantung.   Dalam dialog-dialog yang dilakukan bersama masyarakat Kutim dan juga DPRD,  hasilnya akan coba telusuri lagi masalah enclave ini.

Bela :
Dari Bikal, apakah anda juga mengkritisi dari perambah hutan,

Sapparudin :
Kita tidak terbiasa berbicara dikoran tetapi dengan melakukan kegiatan.  Apabila ada yang tidak sesuai dengan aturan yang ada ,dll, kita tidak mengomentari hal itu,  tapi lebih pada pelaksanaan program.

Bela :
Maaf mas, tahan dulu, ada penelpon masuk.

Ode (Penanya II)
Ada trend di masyarakat, bahwa dampak perambahan ke masyarakat udah masuk ke hutan samapi ke dalam,  dan hal itu menjadi masalah di TN.  Itu bagaimana Pak?

Bupati :
Itu bagian dari masalah, tapi itulah kita masih coba cari pola penyelamatan TN.  Seperti saya jelaskan tadi.  Faktor alam juga berpengaruh, adanya kandungan Batu Bara yang bisa pula menyebabkan kebakaran hutan.  Masalahnya kita ingin adanya penegakan hukum.  Tapi itu nggak mungkin.  Kita juga lihat adanya oknum TNK yang dipukuli oleh masyarakat.  Masalah SKIP adalah kewewnangan Bupati, tapi masalah TN juga berbeda.

Bela :
Pak Agustinus.  Ini begitu dilemanya bapak Bupati ketika ingin membangun, namun ada yang berteriak,  bagaimana mengatasinya dari TNK

Agustinus :
Intinya dari TNK, ini sebenarnya da perbedaan presepsi saja.  Memang kewewnanga itu masih dipusat,  tapi lucunya wilayahnya ada di daerah. Sebenarnya kawasan konservasi itu kepentingan masyarakat dari luar dan di dalam dan bagi pemda.  Artinya tidak ada lagi masalah kewewangan.  Apabila kita bisa sinergi, dari TNK misalnya, dan dari pemdanya bisa masuk.

Bela :
Untuk pembinaan ke masyarkaat, apakah sudah pernah dilakukan ?

Agustinus :
Sudah pak

Bela :
Dari Bikal sendiri bagaimana ?


Sapparuddin :
Sudah., kita melakukannya dengan pemberian informasi-informasi dan kita lebih sering melakukan diskusi fokus dalam masyarakat.

Bela :
Di mata pemerintah.  Bagaimana pak, masyarakat Kutim melakukan kegiatan di wilayah TNK.  Ijin mendirikan bangunan seperti apa?

Bupati :
Kita tidak pernah memberikan ijin.  Seandainya kita bisa konsen, dan mereka bisa kita relokasi, dananya dari mana?  Pemda udah ada relokasi, kita ada transmigrasikan dan kita minta pengusaha-penguasaha besar.  Ktia sudah  lakukan maximal untuk ke situ.  Perlu saya tegaskan, bahwa selam saya jadi bupati, tidak pernah ada tambang terbuka.  Jadi jangan pernah ada masyarakat yang merantau untuk lakukan spekulasi, karena itu tidak mungkin terjadi.

Bela :
Ada penelpon lagi, pak

Roni (Penanya III)
Saya roni, saya ada pertanyaan. Pertama, mengapa TNK tidak dibangun di Kutai Timur, padahal hampir 90 % wilayahnya berada dikutim, bukan di Bontang.  Kedua, saya sempat baca stament bapak mengenai kepnidahan TNK ini, kenapa harus dipindah?

Bupati :
Itu adalah wacana, bukan pemikiran.  Karena yang ada diluarnya itu semakin parah kerusakannya.  Kita tidak mampu membendungnya, walaupun kita coba menahan.  Yang maksud saya buakn dipindah menyeluruh, tapi kita mengganti karena pemkab kutim sudah berkonsultasi dengan segala pihak termasuk bikal mengenai enclave ini.  Taman nasional yang sudah rusak, kita keluarkan untuk dijadikan pemanfaatan yang terlanjur rusak.

Bela :
Nanti dilanjutkan lagi pak, ada penelpon lagi.

Dewi (penanya IV) :
Bapak sebagai panjang tangan dari pak awang, kebijakan pak awang kan pindah ke bapak sebagai bupati.  Dijaman pak awang dulu ada bagian dari TNK yang diputihkan dulu sekitar 15.000 ha.  Apakah benar masyakat itu diberikan lahan tanpa tendesi tertentu misalnya politik.  Bagaimana tindakan bapak yang lebih bijak atau ada cara-cara tertentu.

Mahyudin :
Tentunya masyarakat harus bantu saya berfikir.  Jangan hanya saya yang berfikir.  Ide enclave berawal dari kondisi TNK, namun ada susah karena ada 19.000 jiwa di dalamnya, sehingga kita punya ide di enclave bukan di putihkan.  Mereka di kasih areal, bahwa mereka hanya bisa mengelola sampai disini.
Karena akan susah bagi kita unutk mengembalikan seperti semula.  Kita harus bisa mengeluarkan masyarakat yang sudah bermukim di dalamnya.  Kalo saya diberi wewenang besar, termasuk pemerintah pusat memberi dana besar untuk merelokasi masyarakat.  Selama ini hanya inisiatif kita kok.

Bela :
Dibelakang Bu  Dewi, ada penelpon lagi.  Halo selamat malam.

Pak Rudi (Penanya V)
Selamat Malam.  Salut dengan saran pak bupati.  Namun kita harus samakan presepsi masalah enclave.  Dalam wilayah konservasi tidak ada istilah enclave, pak.  Jadi kalau bisa kita samakan presepsi.  Sehinggal dalam enclave tidak merusak TN

Bupati :
Enclave itu bukan saya. Saya hanya memikirkan solusi-solusi.  Terserah menteri Kehutanan.  Kalau nggak mau di enclave, ya di biarin saja.  Kalo menurut anda ada jalan lain ya beritahu saya.  Kalau menurut pemda, solusinya adalah enclave supaya tidak ada perambahan.

Bela :
Efektif apa tidak ?

Bupati :
Buktinya dengan wilayah yang dipagar.  Orang yang melakukan perambahan akan keluar dari pagar tersebut.   Saya tidak mampu mengeluarkan masyarakat dari dalam TNK.  Ada dua solusi, pertama, di enclave, kedua, dikeluarkan dari kawasan, 19.000 masyarakat dikeluarkan dari TN.  Pemda hanya mengusulkan enclave, tapi semua tergantung dari pusat.  Bila masyarakat ada ide-ide tentang kebaikan TN, silahkan kirimkan surat ke saya.

Bela :
Sekarang menindak lanjuti pertanyaan dari Pak Roni tadi, mengapa kantor TNK tidak di Kutim

Agustinus :
Memang sekarang ada di Bontang.  Dulu Sangatta masuk di kecamatan begitu pula bontang, namun adanya pemekaran sehingga menjadi kabupaten.  Sekarang ada 3 wilayah seksi konservasi di TNK, yaitu I Sukarahmat, II Sangatta dan III Menamang.  Ke depan memang diharapkan kantor akan pindah ke Sangatta untuk memudahkan koordinasi.

Sapparudin :
Menurut kami, komunikasi tersebut harus dilakukan antara pusat dan daerah serta stake holder  yang ada.  Belum ada upaya-upaya untuk melakukan komunikasi. Keran komunikasi harus dibuka.

Bela :
Bagaimana tingkat keparahan masyarakat yang ada di kawasan konservasi ?

Sapparudin:
Ini maslah sulit. Masalah ekonomi versus konservasi.  Masyarakat butuh ekonomi.  Sekarang ini sedang dibangun.  Contoh disangkima, menjaga konservasi itu dan ada manfaat ekonominya.

Bela :
Ada penelpon lagi , silahkan :

Kopral Jono (penanya)
Selamat malam, saya Kopral Jono. Saya ingin bertanya kepada Bupati.  Pertama, apakah prosesi encalve sudah selesai.  Dan kedua, kalau pendapatan daerah Kutim adalah Batu bara. Dan kita tahu bahwa hal tersebut bisa berkurang.  Jadi selaku bupati, janganlah memberikan solusi-solusi yang memberikan keresahan kepada masyarakat atau TNK sendiri.

Bupati :
Saya rasa tidak pernah memberikan statement seperti itu.  memang koran-korang sudah mulai ramai membicarkannya.  Saya orangnya paling malas berbicara polemik-polemik seperti itu.  permasalahannya kita dapat mengarah kesana.  Justru Kab. Kutim memiliki program baru Gerdabang Agri.  Kita ingin mengalihkan dari hidup yang bergantungan pada tambang ini ke sumber daya alam yang bisa di perbaharui yaitu agribisnis tapi tidak di TN.  Sekarang kita alokasika ke perkebunan, 1,2 juta hektar kita alokasikan ke Sangkuriang, muara wahau.
Intinya kita akan membawa masyarakat kita di gerbang ekonomui yaitu daerah pengembangan agribisnis yang dilahirkan di daerah Sangkuriang, Wahab dan sandaran bukan di TN.
Untuk masalah komunikasi memang sekarang pemerintah kita sangat dinamis.  Mungkin jamannya pak Awang kriim surat, masih jamannya Gus Dur, menterinya lain.  Belum ada jawaban, menterinya sudah ganti lagi.  Makanya kita sudah minta dengan staf saya untuk menindaklanjuti kembali berkirim surat ke pusat.  Saya lebih nyambung berbicara dengan Balai TNK, Bikal dan LSM lainnya yang sudah turun di lapangan.  Yang belum turun dilapangan tahunya hanya menyalahakan saja.

Bela :
Ada penelpon lagi

Indah (penanya)
Perkembangan TNK saat ini sangat diamati, karena wilayah TNK sebagian besar ada di kutim.  Sejauh mana kutim mempunyai program khusus dalam penyelamatan TNK dan sejauh mana dana tersedia untuk penyelamatan TNK.  Ini karena saya tahu TNK selama ini hanya dapat dana dari pusat.  Sehingga sangat perlu untuk komitmen tersebut.

Bupati :
Tanggungjawab TNK masih dipusat.  Sedangkan dana dari pemda sematapmata hanya kepedulian dari pemda terhadap TNK.  Yang punya TNK adalah Balai TNK, mereka yang punya kewajiban untuk meneliti, tapi kita juga harus maklum dana yang mereka miliki untuk mengamankan TNK terbatas.


Bela :
Ada penelpon lagi

Ana (penanya) :
Saya Ana pelajar diari Bontang.   Kami liburan dengan teman-teman di TNK di Sangkima.  Hanya tadi kami tadi nonton di TV, kami bingung dengan enclave.  Kami sebagai masyarakat umum tidak tahu dengan masalah enclave itu.  mungkin bisa dijelaskan.  Untuk pak Agus,  saya ingin tanya.  Dulu dari cerita, orang hutan ddi TN amat mudah dilihat, tapi sekarang sangat sulit dilihat, kenapa seperti itu?

Bela :
Pak Bupati,  sebenarnya pemda belum ada kewenangan, namun sudah memagar, dsb.  Dari TNK sendiri ada keterbatasan dana. Kalau dilihat dari pertanyaan mba ana, bila kawasan dikelola bersama dan dijadikan daerah wisata tentunya akan bisa diselamatkan dan mendatangkan dana.  Apakah mungkin?

Bupati :
Itu sebenarnya yang akan kita usulkan.  Mbak ana tadi orang bontang dan bicara begitu, tp apabila  orangtuanya petani di Teluk pandan, tentunya akan bicara lain, karena sudah bicara masalah ekonomi.  Orang kota tentunya idealis.  Orang kota pasti nuntut orang desa mempertahankan hutannya.  Tapi apakah orang kota membayar kompensasi tersebut?
Semua orang pada minta, tapi tidak pernah memberikan solusi pada saya.
Kita tidak mengeluarkan sepenuhnya dalam konseo ttg enclave.  Yang kita berikan adalah batasan mengelola masyarakat yang sudah terlanjur didalamnya.  Jadi bukan langsung dikeluarkan begitu saja.

Bela :
Untuk pak Agus, mengenai pertanyaan mbak Ana tadi.

Agus :
Saya akan bicara encalve dulu.  Sekarang sudah ada kemajuan masalah encalve seperti yang dikatakan mas Saparudin tadi.  Tapi sakarang telah muncul terputusnya komunikasi.  Kalau kita lihat kebelakang masa pak Awang Faruk, sebenarnya sudah ada opsi dan beberapa tahapan.  Setelah encalve ada 2 opsi, yang diluar enclave masuk ke dalam enclave, yang tidak mau dikasih tanah trans atau relokasi.  Kemudian apabila belum diselesaikan diberikan sanksi huku, .  sebenarnya sudah direspon oleh departemen namun adanya perbedaan presepsi untuk masalah enclave tersebut.

Bela :
Pak Mahyudin, Pak Agus, dan Pak Saparuddin, terimakasih atas bincang-bincang kita malam ini.


Bupati :
Maaf, sebelumnya saya ingin menyampaikan, bahwa masalah TNK bukan hanya tanggung jawab Balai TNK dan kabupaten Kutai Timur tetapi menjadi tanggung jawab bersama.   Seluruh lapisan masyarakat mempunyai tujuan yang sama dalam pelestarian TN ini, karena menyangkut masa depan bangsa ini.  Karena hakekatnya bagaimana memberikan kepada masyarakat kesejahteraan yang berkelanjutan dari generasi ke generasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar